Ketua Program MAB UNESCO untuk Indonesia, Prof Endang Sukara, kemarin berpesan kepada Gubernur Riau HM Rusli Zainal dan rombongan agar tetap komit untuk menjaga, melestarikan, dan memanfaatkan secara positif dan terarah Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu.
Pasalnya untuk mendapatkan penetapan cagar biosfer ketujuh di Indonesia dan pertama di Riau yang diakui dunia internasional itu tidaklah mudah.
Pesan itu disampaikan oleh Endang, di sela-sela acara The 22nd session of the International Coordinating Council of the MAB Programme (MAB-ICC) pada hari ketiga sidang, yang berlangsung pada 31 Mai-4 Juni 2010, di Kantor Pusat UNESCO, Paris, Prancis kepada Gubernur Riau dan rombongan.
Gubernur Riau hadir dalam sidang itu dan diberikan kesempatan untuk memaparkan komitmen Riau dalam menjaga lingkungan karena dianggap sebagai kepala daerah yang punya peranan penting dalam mewujudkan Cagar Biosfer GSK-BB. Cagar biosfer pertama di dunia yang inisiasi swasta yakni Sinar Mas Forestry (SMF).
Rombongan Gubernur Riau terdiri dari Kepala Bappeda Provinsi Riau Ramli Walid, Kepala Badan Lingkungan Hidup Fadrizal Labay, Kepala Badan Promosi dan Investasi Daerah Feizal Qamar Karim serta Kepala Biro Umum Surya Maulana. Tampak hadir pula CP Munoz, selaku Direktur Eksekutif Lingkungan SMF dan Direktur Program MAB UNESCO Dr Purwanto.
‘’Tahun lalu, dari sekitar 39 lokasi yang diusulkan hanya 20 lokasi termasuk Cagar Biosfer GSK-BB yang disetujui. Sementara tahun ini ada 13 lokasi baru yang diterima sebagai cagar biosfer dan delapan lokasi ditolak,’’ ungkap Endang yang juga menjabat sebagai Deputi Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam rilis kepada Riau Pos kemarin.
Endang menjelaskan bahwa sejauh ini manusia baru menggantungkan kehidupannya pada 16 spesies lazim. Padahal banyak sekali jenis tanaman yang bermanfaat dan dapat dikonsumsi sebagaimana yang diindikasikan oleh konsumsi berbagai binatang hutan. Oleh karena itu, katanya, Riau harus berusaha mendayagunakan berbagai jenis flora dan fauna dalam ekosistem yang kaya dengan keanekaragaman hayati ini dengan baik dan manfaat.
‘’Sebagai contoh, kita memiliki jenis tanaman jernang (semacam getah, red) yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan, jelutung yang belum tentu kalah bagus dengan karet para, dan berbagai jenis rotan. Kita juga memiliki berbagai jenis fauna unik seperti labi-labi yang sering kita biarkan saja padahal sangat dicari oleh orang lain untuk berbagai keperluan. Jadi kita harus mulai melangkah dalam bentuk pengelolaan, pemanfaatan, dan pengembangan cagar biosfer tersebut,’’ ujarnya.
Dengan demikian, lanjutnya, keberadaan Cagar Biosfer GSK-BB membawa manfaat bagi komunitas masyarakat setempat, bangsa Indonesia umumnya, dan sebagai kontribusi Riau pada kelestarian lingkungan dunia guna kehidupan umat manusia ke depan.
Sumber : Riau Pos